31.1.07

Warna Kehidupan


Alhamdulillah, syukur yang tak terkira bahwa kesibukan yang luar biasa itu kelar juga. Dan semoga momen tadi malem menjadi gong terakhir dari kesibukan yang luar biasa di sebulan terakhir ini.
Awal bulan Desember, kami berkonsentrasi untuk keberangkatan Pakde dan Bude Probolinggo untuk menunaikan haji. Setelah itu saya diamanahi untuk membelanjakan oleh-oleh haji ke Pasar Bong. Sementara itu berita kelahiran Keponakan-keponakanku tercatat ada empat kelahiran, Anak Hendra putra dari adek almarhumah ibuku, namun setelah sepuluh hari dirawat di RS akhirnya dipanggil ke Rahmatullah, karena kelahirannya belum cukup bulan. Berita kelahiran kedua datang dari Putri Bulik di Simo, Alhamdulillah putri mungilnya lahir dengan lancar. Kelahiran ketiga dari sepupu di Tulungagung, dan karena terlilit tali pusar maka kelahirannya harus melalui operasi cesar. Dan berita kelahiran keempat juga dari sepupu di Tulungagung putrinya juga lahir dengan selamat.
Belum reda itu semua , tetangga samping rumah meninggal, lalu ada tetangga lain masuk RS karena stroke, belum menjenguk, terdengar lagi tetangga yang lain lagi masuk RS karena saluran kencingnya bermasalah, belum selesai berita itu, berita lain menyusul Pakde dan Bude akan pulang ketanah air mendahului jadwal kepulangannya karena Pakde sakit. Akhirnya amanah yang belum kutunaikan yaitu membelikan oleh-oleh haji, segera kulaksanakan sehari menjelang kepulangannya. Belum lagi pekerjaan dikantor yang juga ikut-ikutan sibuk, seperti memang telah ‘diatur’ untuk sibuk. Banyak proyek yang harus diserahkan yang berarti adalah tugas saya juga sebagai orang humas, dan secara kebetulan proyek harus diserahkan pada malam hari karena menunggu air laut pasang. Kunjungan Wapres ke PT PAL di hari Sabtu yang mestinya hari libur juga cukup menguras energi dan pikiran, disaat banyak saudara dari Probolinggo mampir ke rumah setelah menjenguk Pakde Di RS Haji. Belum lagi mbak yang satu harus pulang kampung dan tidak kembali. Dan karena berita kedatangan Pakde dan Bude masih simpang siur maka dua hari sebelumnya rumahku telah kedatangan tamu-tamu penjemput dari Probolinggo. Lengkap sudah ‘keramaian’ hidupku.
Setelah hari H kedatangan itu tiba juga, ternyata Pakde harus dirawat di RS Haji karena kondisinya memang lemah.
Sedikit pengobat lega, akhirnya kami sudah mendapat mbak pengganti, sehingga tugas rumah tangga sedikit teratasi. Disela itu berita kelahiran datang lagi dari anak kakak kami, putrinya lahir dengan normal walaupun harus dirawat di RS karena infeksi air ketuban. Berbarengan itu pula Adek Gautama anakku nomor 2 sakit mencret dan panas tinggi, sehingga saya dan suami harus bagi tugas, saya nganter adek ke lab untuk periksa darah, sementara suami ke RS untuk mengurus Pakde yang saat itu sedang berproses untuk menghadapi sakaratul maut. Dan akhinya Inna lillahi Wainna ilahi roji’un, puncaknya hari Ahad beliau meninggal dunia di RS Haji. Yang membuat spot jantung, Mas Gangga pun ikut-ikutan panas tinggi, sampai 39.8 derajat C. Akhirnya hanya suami dan keluarga almarhum Pak De yang mengantar jenazah ke Probolinggo, sementara saya harus jagain anak-anak yang sedang sakit. Apalagi dokter sudah mem-warning jika diare adek tambah parah harus segera masuk RS. Belum reda, ada berita lagi tetangga lain diabetnya tinggi, bahkan sirosisnya sudah parah, harus masuk RS.
Sementara itu rencana untuk acara selamatan kirim do’a untuk almarhumah ibu di Tulungagung yang sudah lama kami rencanakan juga sedikit menyita konsentrasiku. Seandainya proses berpikir di otak bisa terlihat kasat mata, pasti akan sangat ramai terlihat lintasannya. Minggu berikutnya kami harus ke Probolinggo karena diminta mengantar kakak dari Jakarta yang akan ta’ziyah ke rumah Almarhum Pakde. Ditengah kepulangan kami ke Leces, kami mendapat telepon dari tetangga di Surabaya bahwa Pak Tris yang masuk RS karena sirosis dan diabetes kemaren akhirnya meninggal. Innalillahi wainna ilaihi roji’un.
Agenda minggu berikutnya, saya harus konsentrasi penuh untuk mempersiapkan acara selametan di Tulungagung, selain juga harus mengantar adek Gautama ke dokter untuk imunisasi yang sempat tertunda-tunda karena ia sakit, dan kesibukan kami diatas. Juga menjenguk bayi-bayi yang telah lahir diatas, yang belum sempat kami kunjungi. Juga ke tetangga-tetangga yang sakit yang juga belum sempat kami jenguk. Akhirnya Jum’at malem kami ke Tulungagung untuk melaksanakan acara selamatan. Alhamdulillah acaranya sukses dan lancar.
Dan hari Ahad siang kami kembali ke Surabaya, untuk melaksanakan rencana berikutnya, mengunjungi kerabat yang baru pulang dari haji, karena abah sudah wanti-wanti untuk ikut ke Surabaya kalau kerabat tadi sudah pulang dari Tanah Suci. Selain abah juga ingin berobat, untuk menyembuhkan kakinya yang terasa nyeri beberapa hari terakhir ini, juga mencari beberapa buku. Jadi kami berombongan balik ke Surabaya, kami sekeluarga serta bulik, adik dari abah, dan menantunya. Kami sampai di rumah kerabat di daerah Bungurasih menjelang Maghrib, dan saat pulang kami harus berpencar. Bulik dan menantunya kembali ke Tulungagung, Mas Hanif harus kembali ke Garden Palace karena ia ke Surabaya dalam rangka tugas kantor, jadi harus segera balik hotel untuk membuat laporan. Saya sekeluarga, abah, dan Mas Sunu pulang kerumah dan malam itu juga sebelum kembali ke rumah kami sempatkan ke Gramedia untuk mencari buku yang diinginkan abah. Ternyata gak ada. Aduh menambah capek dan penat kami. Akhirnya diputuskan pulang. Sebelum tidur kusempatkan telepon bikin janji dengan dokter untuk abah, besok pagi sebelum berangkat ke kantor.
Esoknya pagi-pagi sekali kami nganter abah ke dokter sekalian nganter ke terminal karena mau balik ke Tulungagung. Ternyata hasil dari dokter sedikit bikin cemas, tensi abah tinggi sekali, dan itu mungkin yang menjadi penyebab nyerinya persendian kaki abah. Dokter yang masih kakak kami menyarankan agar abah gak pulang ke Tulungagung dulu. Dan meminta untuk cek darah dan urine lengkap, serta tes ECG untuk jantung. Karena pagi itu gak puasa jadi baru bisa besok untuk periksa lab. Akhirnya hanya Mas Sunu yang balik ke Tulungagung sekalian mengambil baju-baju abah yang cuma bawa sedikit.
Esoknya pagi-pagi suami anter abah ke lab, dan sorenya sepulang kantor kami harus kembali ke dokter untuk menyerahkan hasil lab. Dan subhanallah hasilnya bagus, bahkan excellent. Dokternya dibuat geleng-geleng kepala. Kemaren tensi abah masih 230/110 sangat tinggi, dan sore itu sudah turun 190/90, memang masih relatif tinggi tapi turunnya sangat signifikan. Dan hasil lainnya subhanallah bagus semua, bahkan dokter bilang, untuk seusia abah yang sudah 70 tahun hasil lab itu tergolong hebat dan istimewa. Sangat prima. Alhamdulillah kelegaan yang luar biasa, yang kami rasakan. Kecemasan kemaren sirna seketika. Segala penat, lelah, cemas lenyap terobati dengan hasil lab itu. Semoga itu menjadi happy ending bagi ‘keramaian kehidupan’ kami sebulan terakhir ini. Alhamdulillah….
Malem itu kami berkumpul dirumah sampai larut, karena Mas Hanif masih ada di Surabaya, Mas Sunu juga baru balik dari Tulungagung besok mau pulang ke Balikpapan. Dan seperti perkiraan kami, begitu tau hasil lab-nya bagus maka abah pengen segera pulang ke Tulungagung, dan malem itu juga minta di bookingkan travel dengan jam paling pagi. Kami bertiga senyum-senyum aja.
Dan pagi ini semuanya kelar, Abah akhirnya pulang dijemput travel dengan seabrek pesan sponsor dari kami untuk jaga kondisi dan tak lupa minum obat, Mas Sunu ke bandara untuk pulang ke Balikpapan, Mas Hanif ntar siang juga harus balik ke Jakarta, untungnya kantor kasih dia sopir untuk mengantar ke bandara sehingga kami udah nggak kepikiran lagi. Alhamdulillah...
Namun diatas itu semua saya bersyukur Allah masih berikan kelapangan kepada keluarga kami, kelapangan tenaga, pikiran, finansial, waktu, kasih sayang, kerukunan dan yang penting kelapangan hati. Tanpa itu semua rasanya gak mungkin kami dapat melalui hari-hari yang cukup berat. Semoga perjalanan hidup ini akan lebih memperkaya hati dan jiwa kami, untuk lebih mempertegas tentang arti sebuah kehidupan.
Kepunyaan Allahlah segala sesuatu, dan hanya akan kembali kepadaNya. Itulah sandaran sejati
.
Rabu, dipenghujung bulan Januari 2007

baca selanjutnya...

30.1.07

KIRIM DO'A

Seminggu terakhir ini pikiranku dipenuhi banyak hal. Dan lebih terkonsentrasi memikirkan acara Kirim Do’a untuk ibuku almarhumah. Acara tepatnya hari Sabtu kemaren. Alhamdulillah semuanya lancar tanpa halangan berarti., kecuali sedikit spot jantung ketika mempersiapkan konsumsi karena terbatasnya waktu. Memang sejak awal kami ingin mengerjakan semuanya sendiri. Dari potong kambing sampai bikin kue. Kebetulan Masku yang nomer 3 jago masak, dan punya usaha warung sate kambing, juga udah sering dipeseni orang-orang untuk syukuran, aqiqah, n so on. Jadi yah sekalian aja kenapa untuk slametan sendiri nggak dikerjain sendiri? Trus abah juga minta ke aku untuk bikin kue sendiri katanya lebih enak dari beli di toko. Ah abah…jadi malu. Saya inget dulu ibu juga sering bikin selametan seperti ini, dan satu yang kuingat ibu selalu bikin ‘berkatan’ yang terbaik. Masakannya enak, kue-kue yang dibuatpun enak. Almarhumah ibuku memang jago masak. Sampai kalo sholat Ied ke Pondok Pesantren Al Fattah biasanya ‘ambeng’ ibuku selalu diterima santri di depan dan ditaruh didalam buat Mbah Yai. Dan sungguh itu suatu kebanggaan tersendiri buat kami. Maka untuk acara Kirim do’a inipun kami ingin yang ‘terbaik’ buat ibu. Terbaik disini tentu yang terbaik yang kami punya. Saudaraku ada empat, dan subhanallah tanpa dikomando, semua bahu-mambahu untuk kesuksesan acara ini. Mas Sunu jauh-jauh dateng dari Balikpapan, “Biar aku yang beli kambing, selain dia juga udah kirim uang, trus Mas Hanif juga kebetulan pas tugas ke Surabaya, jauh-jauh hari ia udah nitipin uang, trus pas hari H, beliin buah jeruk dan pear, trus mas Agung yg emang kebagian masak untuk berkatan, dan saya..kebagian bikin kue. Aku bikin Pastel, brownies kukus, Apem, dan mini tart keju, trus ada emping goreng, pisang, juga puding mini. Alhamdulillah kerja keras seharian membuahkan kelegaan yang luar biasa ketika acara usai. Kelegaan yang nggak mampu untuk kami lukiskan dengan kalimat apapun. Malam yang sangat indah karena banyak saudara berkumpul di majlis ini, berdo’a memohonkan ampun bagi almarhumah. Adik ibuku beserta keluarganya, keponakan-keponakan yang telah berkeluarga datang lengkap dengan anak istrinya, sepupu-sepupu dari keluarga abah, adik dan kakak abah, semuanya berkumpul. Dan kami masih sempat bercengkerama seusai acara. Kamipun bisa kumpul dalam formasi lengkap, Mas Sunu, Mas Hanif , Mas Agung, dan aku, walaupun kakak ipar ada dua yang gak bisa hadir. Jarang sekali momen bisa kumpul seperti ini, itulah yang membuat malam ini terasa istimewa. Istimewa karena membawa sesuatu yang beda dan menambah kekayaan hati kami semua.
Do’a yang terlantun dari Jama’ah pengajian bapak-bapak dilingkungan Pondok Pesantren Al Fattah, Mbah Yai pemangku pondok, pun pujian makanan yang terhidang semoga membawa barokah kepada semua yang hadir, khususnya kepada Almarhumah ibu kami tercinta. Semoga do’a yang terlantun dari hati kami akan menjadi penerang kuburnya, penggugur dosa-dosanya, dan penghapus segala dosa dan khilaf beliau, dan semoga Allah ridho dengannya dan menempatkan beliau bersama para kekasihNya. Amin Allahumma amin.

Ahad, 28.01.07
Ibu, jika dunia adalah padang untuk mencari Cinta
Sungguh engkaulah oase bagi kami
Untuk sejenak menghela energi

Dalam pencarian yang tak berujung dan tak terbatas

baca selanjutnya...

16.1.07

Sunyi

Hatiku sedang sunyi…
Dipojok kegelapan..
Yang tak terlihat terang..
Yang tak terlihat nyata…

Jumat lalu sebelah rumahku meninggal, akibat penyakit gula.
Sementara kontrakan rumahnya habis sebelum 40 hari wafatnya
Dan anak-anak serta cucu-cucunya masih nempati rumah itu,
berarti harus segera hengkang, mau kemana?
temen baikku sedang berjuang melawan ca mamma stadium IV, setelah bulan-bulan terakhir ini ia harus menjadi tulang punggung keluarganya,
tadi malem kudengar Bu Mus tetangga sebelah kiri rumah terkena stroke…
kemaren malem ada tamu ke rumah bawa anaknya
sedang sakit gatel, meradang ditubuhnya,
sementara ibunya hanya mampu membuat susu asal kelihatan putih
artinya, air banyak,susu asal aja karena harga susu makin tak terbeli
dijalan setiap hari kulihat semakin banyak anak-anak seusia mas gangga
menadahkan tangan, lalu kapan mereka sekolah…

hatiku terpelanting, terjerembab…,dan terkunci…
di pojok ruang yang terasa hampa………
ahh…
ingin kurengkuh semua…semua…tanpa sisa
tapi sungguh saya juga harus tau diri
bahwa saya bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa
saya hanyalah debu dalam semestaNya


Awal jan 07
Entah..

baca selanjutnya...

Dialog Kematian


Pakde dari suamiku pulang dari Tanah Haram, dengan terpaksa mendahului jadwal kepulangannya karena kondisinya lemah, setelah beberapa hari sakit di Mekkah. Hari Kamis pagi datang menuju ke Asrama Haji Sukolilo, dan langsung dirujuk ke RS Haji. Dan atas kehendak Allah hari Ahadnya beliau kembali ke Rahmatullah, Innalillahi Wainna Ilaihi Roji’un. Dan suatu kehormatan bagi saya untuk mendampingi beliau di akhir hayatnya. Selain saya ada ibu mertua yang masih adik dari Pakde, dan salah satu putrinya. Ada hal yang menarik yang ingin kubagi, tentang dialogku dengan Mas Gangga sesaat setelah Pakde meninggal. Dialog itu terjadi setelah Mas Gangga juga melihat detik-detik terakhir meninggalnya Pak De Kus, dan sepertinya peristiwa itu hal yang luar biasa baginya.
“Bunda, Mbah Kus disayang sama Allah ya?” Tanya Mas Gangga
“Insyaallah, Sayang!” Jawabku
“Kalau disayang kenapa meninggal?” tanyanya lagi. Mungkin dibenaknya meninggal adalah sesuatu yang buruk, sehingga dia berpikir kenapa Allah memberi Pakde ‘meninggal’ kalau almarhum disayang sama Allah? Logika yang masuk akal menurutku.
“Ya, justru karena Mbah Kus disayang sama Allah maka Mbah Kus dipanggil sama Allah” jawabku.
“Trus kenapa orang-orang menangis?” tanyanya lagi. Mungkin menurutnya kalau Mbah Kus disayang sama Allah kenapa orang-orang harus menangisinya, mestinya kan harus bahagia?
“Ya, karena orang-orang sayang juga sama Mbah Kus, jadi sedih harus berpisah sama Mbah Kus, dan karena Allah lebih sayang sama Mbah Kus maka Mbah Kus harus memenuhi panggilanNya Allah,”jawabku sedikit exciting dengan pertanyaannya.
“Jadi Mbah Kus nggak pulang ke rumah lagi?, Mbah langsung ke surga?”tanyanya lagi.
“Ya, Sayang, Insyaallah Mbah Kus bersama Allah di SurgaNya, amin”jawabku, menahan haru. Subhanallah, saya seperti berdialog dengan malaikat. Hari itu Mas Gangga yang masih berusia 4 tahun mengajariku bahwa kematian adalah salah satu wujud kasih sayang Allah kepada hamba-hambaNya.


Selasa, 16 Jan 07
Semoga dengan mengingat kematian mengingatkan kita bahwa peristiwa itulah yang pasti akan kita jalani, dan semoga Allah membarakahi akhir yang baik kepada kita. Amin.

baca selanjutnya...

11.1.07

Oase di Tengah Sahara


Di awal tahun pelajaran kemaren sekolah Mas Gangga selalu mengadakan orientasi bagi orangtua. Saya selalu hadir, dan ini yang kedua kalinya. Disitu selain diperkenalkan dengan Ustadzah-ustadzahnya juga tentang program kegiatan belajar anak-anak baik yang TK maupun yang KB. Juga ada dialog untuk perbaikan sekolah kedepan. Sayang sekali kalo saya melewatkan acara ini. Satu yang membuat saya terharu teramat sangat. Bahkan menyesakkan dada saya, saking terharu dan bahagianya. Pernyataan ibu Kepala Sekolah yang bersahaja itu diakhir sambutannya. Setelah memaparkan beberapa garis besar program inti dari KB/TK Ya Bunayya Pondok Pesantren Hidayatullah, kalimat beliau kurang lebih begini, “Sebelumnya kami mohon maaf, ada satu hal yang ingin kami sampaikan, atas nama seluruh pengurus Yayasan Pesantren Hidayatullah, Mohon untuk tidak memberikan kami terutama Ustadzah-ustadzah pembimbing kelas, sesuatu dalam bentuk barang atau uang diluar ketentuan sekolah. Ijinkan kami untuk berbuat adil kepada anak-anak yang dititipkan kepada kami. Ijinkan kami untuk mengajarkan keadilan dengan kasih sayang kepada anak-anak. Karena kami takut dampak pemberian-pemberian itu menjadikan kami tidak objektif lagi dalam memandang kepada anak-anak. Mohon maaf terpaksa kami harus sampaikan ini di awal tahun karena masih saja kami menerima bingkisan-bingkisan semacam itu, dan sekali lagi kami mohon maaf kalau kami menolaknya. Kami semua telah berkomitmen untuk menjauhkan hal-hal yang dapat merusak hati kami dalam menjaga amanah membimbing anak-anak. Sungguh bagi kami semua anak adalah istimewa. Bantu kami untuk menjaga komitmen ini. Mereka juga anak-anak kami yang ingin kami jaga, tidak ada yang lebih dan tak ada yang kurang yang ada hanyalah anak-anak yang istimewa”
Subhanallah… kalau nggak malu mungkin saat itu saya sudah menangis,( malu lah..karena saat itu ada dalam sebuah forum wali siswa). Ada yang berani ungkapkan itu di depan sebuah forum, rasanya langka sekali…. Setahu saya memang diakhir tahun banyak sekali wali siswa yang ingin memberikan “tanda cinta” kepada wali kelas anaknya. Dan saking membudayanya ‘ritual’ ini kadang memberatkan bagi sebagian wali siswa yang kurang mampu. Dan di sisi wali kelasnya kadang pemberian itu menjadi sesuatu yang mubadzir, karena banyak yang memberikan bingkisan dalam bentuk yang sama. Dan saya bersyukur kemaren saya tolak ajakan salah seorang wali siswa yang ingin memberikan cendera mata itu. Karena biasanya komite sekolah yang mengkoordinir tali asih itu dan dirupakan seragam bagi seluruh pengajar sekolah. Jadi adil tanpa tendensi apapun. Pun sumbangannya seikhlasnya,dan semampunya.
Subhanallah… masih ada celah cahaya nurani itu. Subhanallah berkali-kali kalimat tasbih itu berdentang di hatiku. Ibu yang bersahaja itu telah membuka mataku bahwa masih ada oase itu ditengah sahara negeri yang terus menanjak prestasinya dengan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Semoga kita bisa mengambil ibrah/pelajaran.
Semoga Ya Allah dari tanah ini, akan lahir generasi-generasi Qur’ani karena mereka terbiasa terdidik dengan akhlaq nurani.
Semoga dari tanah ini akan lahir generasi-generasi yang apapun profesi mereka kelak mereka akan tetap mewarnai dunia dengan keagungan agamaMu karena mereka terbiasa terdidik dengan keindahan CintaMu.
Semoga dari tanah ini akan lahir generasi-generasi yang jiwanya tergadai hanya untukMu, karena mereka terbiasa terdidik dalam berniaga denganMu
Karena itu akan menjadi pelecut semangat dan pembayar harga yang tak ternilai atas jerih payah para pembimbing, melihat anak didik mereka tumbuh, mekar dan berbuah pada waktunya.
Amin Allahumma Amin.

Refleksi akhir tahun,
Semoga cita-cita Ummu Madrasatun bukan sekedar menjadi cerita
Ada Ia yang selalu menguatkan dengan CintaNya.

baca selanjutnya...