Orang “Nyentrik” - Sajadahku, Masjidku

26.9.06

Orang “Nyentrik”




Tadi malam ada tamu dirumah. Jujur tamu ini sering kami nantikan, karena banyak mutiara hikmah yang bisa kami petik dari kalimat-kalimat sederhana yang keluar dari mulutnya. Nyentrik kata orang, tapi dia orang sholeh bagi kami. Jiwanya telah tergadai untuk berniaga denganNya. Selain dia yang ke rumah tak jarang kami juga bertandang kerumahnya, keluarga yang sederhana, tapi keharmonisannya memancarkan cahayaNya. Dulu dia pernah keluar dari pekerjaannya karena ada satu hal yang prinsip yang tak mungkin dia langgar, akhirnya mengundurkan diri demi sebuah prinsip. Secara manusiawi kami menyayangkan kejadian itu, bayangkan dia harus menghidupi empat orang anaknya dan seorang istrinya. Namun tau jawabannya tentang hal itu?
“Sungguh janji Allah tidak membagi pekerjaan kepada hamba-hambaNya, namun membagi rezeki bagi yang mengharap cintaNya.”
Subhanallah…
Sering dia di datangi orang-orang yang minta tolong untuk kesembuhan keluarga atau mereka sendiri. Dan pernah kami “protes” kenapa mau jadi dukun?”.
Dia ketawa, katanya “Lho memang kenapa?”
“Saya bukan dukun, bukan paranormal, saya hanyalah hamba Allah yang hina,” jawabnya.
Dan atas ijin Allah memang banyak orang-orang yang datang kepadanya kembali dengan ucapan terima kasih yang tiada hingga.
Suatu ketika ada orang datang memintanya untuk melihat seorang keluarganya yang sakit parah, dia hanya ‘diam’ tafakur, dan kemudian meminta orang itu segera pulang, “Semua keluarga menantimu” katanya. Akhirnya orang tersebut pulang dengan sedikit kecewa, namun ternyata belum sampai dirumah dia sudah ditelepon bahwa si sakit telah meninggal. Pernah kami bertanya, dari mana dia belajar ilmu “itu?”? Dia jawab, “Siapa yang belajar ilmu?” Terus bagaimana menyembuhkan mereka yang datang meminta pertolongan? Jawabnya, “Kadang kalau saya diajak kerumahnya dan ada ‘perintah’ untuk datang, ya..saya mau..dan ketika dijalan tiba-tiba saya menemukan sesuatu yang aneh dan saya ‘diperintah’ untuk mengambilnya ya..saya ambil…tiba-tiba ada daun yang bersinar saya ambil..dst. Sesampai di rumah orang itu saya lagi-lagi diperintah untuk memasukkan daun tadi kedalam air, ya.. saya lakukan. Ketika saya di’perintah’ untuk meminumkan pada si sakit, ya.. saya minumkan. Kalau sesudah itu saya di perintah pulang ya saya pulang. Tanpa menunggu apakah dia sembuh atau tidak. Sekali lagi saya bukan dukun atau paranormal, saya hanya hamba yang dhoif dan berusaha menjalankan perintahNya, tanpa reserve. Kalau dia kemudian datang kerumah dan menginformasikan bahwa si sakit telah sembuh, adakah rasa yang paling membahagiakan selain mendengar pertolongan Allah lewat kita ternyata bermanfaat buat orang lain?.
Subhanallah..
Menceritakan dia seakan tidak ada habisnya. Lalu kami pernah pula menanyakan bagaimana anda yakin bahwa ‘perintah-perintah’ itu datangnya dari Allah? Jawabnya sambil terdiam dan menunduk, kalau hatimu telah melebur dalam dzikir yang tiada henti, kalau cintaNya telah merampas mata hatimu, kalau cahayaNya sudah mengaliri seluruh sel-sel darah di dalam tubuhmu, jika engkau yakin atas pertolongan dan kehendak Allah, apakah engkau mesti ragu? Ibrahim pernah diperintah menyembelih putra tercintanya, saya yakin kalau bukan karena cintanya pada Yang Maha Segalanya, kalau bukan bukti kehambaannya padaNya, sungguh peristiwa Qurban itu tak akan pernah ada. Lambang cinta Ibrahim itu tak akan dikenang sampai sekarang. Apakah kita masih ragu bahwa pertolongan Allah sungguh dekat, lebih dekat dari urat nadi leher kita.
Subhanallah semua yang mendengar menangis.
Ya kami menyaksikan sendiri keluarganya dapat hidup layak, tidak pernah kekurangan, hanya yang satu ini kami tak sanggup menanyakannya darimana ia mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Pernah juga ia cerita hanya pada kami, itupun karena dia menanyakan pada kami suatu peristiwa, dan kami mendesaknya untuk bercerita. Saat itu saat yang sangat genting karena ia harus membayar biaya daftar ulang sekolah anaknya, sekitar lima ratus ribu rupiah kurang lebih. Dia juga bingung, tak terpikir olehnya untuk meminjam pada sahabat-sahabatnya, termasuk kami. Dia hanya ‘diperintah’ diam. Dalam diamnya dia hanya sanggup memohon dan berdo’a pada Allah . Saat itulah keyakinannya tentang Cinta Allah diuji.
Dan… Subhanallah, pagi harinya di depan pintunya tergeletak sebuah amplop tebal, berwarna coklat ketika di buka isinya uang 500 ribu rupiah. Persis seperti yang dia butuhkan saat itu. Bisa jadi ini perbuatan sahabat-sahabatnya yang nggak mau ketahuan, tapi kok tahu persis jumlah yang dibutuhkannya? Bisa jadi kebetulan. Tapi adakah kebetulan yang tidak lepas dari iradah Allah? Ketika dia menelepon satu-persatu temannya, jelas gak ada yang mau mengaku, atau barangkali memang tidak pernah meletakkan amplop itu di depan pintu rumahnya. Barangkali uang itu jatuh dari langit? Wallahua’lam bisshawab. Biarkan itu menjadi rahasia Allah. Yang patut kita ambil pelajaran dari itu, Masihkah kita meragukan cinta kasih dan Kemahaluasan Allah?
Satu hal yang dia pesan, Walillahil masyriku wal maghribu fa’ainama tuwallu fatsamma wajhullah. Dan kepunyaan Allahlah barat dan timur kemanapun wajahmu menghadap disitulah WajahNya terlihat. Bacalah dengan nama Tuhanmu, bukan matamu yang buta tapi hatimu didalam dada.

Salam 165
Didedikasikan kepada seorang sahabat, guru, orangtua, Pakdhe, Di Setro
Allahlah sebaik-baik pembalas Cinta yang telah kau tebar kepada kami.

No comments: