Sepenggal Kisah Di Suatu Petang - Sajadahku, Masjidku

26.9.06

Sepenggal Kisah Di Suatu Petang

Sepenggal Kisah di Suatu Petang (disuatu bulan ditahun 2005)

Petang itu, selesai sholat Maghrib, sepulang aku dari kerja, seperti biasa anakku yang masih semata wayang mulai “unjuk gigi” minta dibacain buku, minta dijelasin gambar-gambar mobil kesukaannya, minta disetelin lagu-lagu, disetelin teletubbies, mimik susu, pipis, dll.
Saya sangat mahfum kalau dia jadi “sedikit” over acting ketika ayah bundanya pulang dari kerja. Karena seharian penuh telah ketinggalan haknya untuk menjalin kebersamaan dengannya. Kejadian petang itu menyisakan sesal yang cukup dalam bagiku, karena aku telah melukai perasaannya.
Setelah cukup lama meminta ini-itu ia lalu menenteng-nenteng sebuah buku, dan mulai asyik membuka-buka buku Yellow Pages didepanku.
Dan mataku ganti terpaku oleh tayangan televisi di depan kami. Ia mulai berceloteh lagi, “Mobil apa?,mobil apa?”, sambil melirik gambar yang ditunjuknya kujawab sekenanya, tanpa memandangnya. Kembali aku berasyik-masyuk dengan layar kaca didepanku. Televisi memang lebih colorfull, sehingga konsentrasiku beralih ke kotak ajaib itu.
Lama aku menatap layar televisi itu, sehingga ketika aku tersadar kembali karena tayangan itu terganggu iklan, aku terhenyak… astaghfirullah ….ketika kulihat wajah memelas anakku yang memandangiku dengan penuh kekecewaan. Aku melihat sorot mata itu terluka, karena sesaat tadi ternyata aku, bundanya sedang tidak memperhatikan dia, padahal tadi memang lamat-lamat (karena aku memang lagi asyik dengan televisiku) kudengar ia berceloteh dengan riangnya. Aduh rasanya aku seperti tertohok dengan pandangannya. Dia seolah memprotesku dengan sikapnya itu. Yang membuat aku semakin trenyuh adalah cara protesnya yang tidak dengan tangisan, tidak dengan kata-kata, tidak dengan teriakan khasnya kalau lagi ngambek, atau dengan gulung-gulung protesnya ketika ia dilarang sesuatu. Namun dia memprotesku dengan pandangan polosnya, seolah mempertanyakan padaku.
“Bunda, apakah yang sedang kau lihat sehingga sesuatu itu jadi lebih menarik dari diriku?”,
“Bunda, setelah seharian bekerja, tidak adakah sedikit waktu untuk kita bercengkerama?”
“Bunda, mestinya setelah seharian aku ditunggui mbak, seharusnya malam hari adalah saat kita bersua, jadi bunda jangan terpaku nonton TV, baca koran, atau malah ngobrol dengan tetangga?”
Mungkin saat itu ia terluka dalam perasaannya, karena aku mengabaikannya, sehingga ia tak sempat mengeluarkan cara protes khasnya. Segera kupeluk ia dan kubisikkan lirih ditelinganya”Maafkan bunda, sayang…bunda khilaf” Mataku pun berkaca-kaca.

Astaghfirullah, YA Rabb …ampuni saya, karena masih terlalu banyak yang belum bisa kulakukan untuk amanahMu, saya masih sering tertatih-tatih memaknai ayatMu yang ada di depan mata ini. Ketika masih banyak saudara-saudaraku memimpikan untuk memperoleh anugerahMu yang indah, anak-anak, maka disaat yang bersamaan saya masih mengabaikannya, saya masih sering melukainya, saya masih sering melalaikan haknya.Duh .. Rabb beri kami kekuatan, beri kami bimbingan, karena sebesar apapun yang mampu kami berikan untuk anak-anak kami, keputusan terakhir ada pada RidhoMu. Rabb… Jagalah ruh dan jiwa kami agar Kau beri kekuatan untuk mengantarnya menjadi mujahid-mujahidah kekasihMu, agar mampu mengantar mereka menemukan keindahan CintaMu. Semoga seberat apapun perjalanan hidupnya, hanya cahayaMu yang senantiasa meneranginya. Amien.

Pencerahan sejenak itu akhirnya, mengantar kami menemukan malam yang indah, televisi kumatikan, kami kemudian asyik bercengkerama lagi, menggambar ikan, bola, berpelukan ala teletubbies, bernyanyi, bergulung-gulung, main tebak-tebakan gambar hewan-hewan, bergurau, sampai ia kelelahan, lalu minta mimik susu dan bobo. Akhirnya kami baca do’a sebelum tidur bersama dan sejenak kemudian dia terlelap dengan senyuman tanpa dosanya. Subhanallah…Rabb sungguh tak pernah sia-sia Engkau menciptakan segala sesuatu.


Kupersembahkan kepada Mas Gangga,Yang tiada pernah bosan untuk menyentuh bunda tentang keindahan ayat-ayatNya, lewat tawamu, tangismu, senyumanmu bahkan jari-jari mungilmu.

No comments: