Indahnya Mudik dan Berlebaran
Sabtu tgl 21 Okt 2006 kami persiapan mudik, rencana mau ke Leces mengantar mbak-mbak dulu ke kampungnya, baru hari Ahad kami akan ke Tulungagung, pengen Sholat Id di sana karena beberapa tahun terakhir kami Sholat Id di Leces. Juga karena salah seorang kakakku yang lama gak pulang, mudik juga ke Tagung. Persiapan dari pagi cukup menguras energi, apalagi cuaca lagi panas-panasnya. Ditambah kondisi yang masih lemah setelah sepuluh hari terakhir bermesraan dengan penyakit demam berdarah. Namun Alhamdulillah semua terasa menyenangkan, tinggal dari sudut pandang mana kita menghayatinya (kok kayak lagune Ebiet ya?), apalagi inget sebentar lagi ketemu sodara-sodara..duh senengnya. Mudik dengan persiapan obat-obatan satu tas penuh, ohoi..kalo mudik masih inget minum obat gak ya? kayaknya gak janji deh? Tapi kemaren pas kontrol terakhir dokter sudah wanti-wanti untuk jaga kondisi, dan Alhamdulillah tiga hari terakhir tren trombosit naik, bahkan hari terakhir cek darah trombosit sudah 199 ribu. Jadi tinggal menyiapkan stamina untuk persiapan mudik, duh mudik…memang memberi sejuta warna. Terbukti selama mudik ke Tulungagung dan Leces selama kurang lebih seminggu, badan terasa prima, walaupun obat sering bolongnya daripada ingetnya. Mudik sendiri sudah memberi tenaga extra yang luar biasa. Apalagi di Probolinggo lagi panen mangga, amboi… tapi apa hubungannya ya?
Satu lagi yang memberi tenaga ekstra, karena lebaran ini aku niatkan tidak sekedar menyambung silaturahmi ke saudara tapi ingin kulebihkan dengan menyambung tali silaturahmi ke sahabat-sahabat ibuku almarhumah. Kata Kyai itu salah satu sunah Rasul. Salah satu tetangga rumah lama di Tulungagung yang ingin kukunjungi adalah Bu Nik Darmanto. Dulu rumahnya persis di depan rumahku. Rumahnya hampir tidak ada yang berubah setelah hampir tujuh tahun gak kesana, bahkan sofa ruang tamu masih tetap seperti waktu kecilku sering main kesana. Beliau mempunyai 4 putra semua, yang paling bungsu teman sekolah kakak yang diatasku pas. Karena aku yang paling kecil dan paling perempuan (kakakku 3 orang laki semua) akhirnya jadi yang tersayang, ohoi..indahnya masa kecil. Pertemuan itu jadi istimewa karena obrolan kami di dominasi cerita-cerita masa kecil, juga kenangan-kenangan tentang almarhumah ibuku. Dulu ibu membuka warung kelontong yang menjual kebutuhan sehari-hari, dan Bu Nik salah satu pelanggan setianya. Setiap beliau pulang belanja dari warung kelontong ibuku aku selalu minta gendong di punggung Mas Adi putra kedua Bu Nik. Jadi dia harus nyeberang jalan dua kali untuk nganter aku pulang. Malu juga kalo inget itu karena sekarang sudah sebongsor ini (anak dua bo!)dan Mas Adi, aku tau tetep kurus tinggi. Sayang dia gak bisa pulang karena masih ada di Jepang. Aku jadi tau kenapa bersilaturahmi ke handai taulan orangtua kita yang sudah meninggal dianjurkan, karena disitu kami mengenang masa-masa indah semasa beliau hidup dan ‘gong’nya adalah sesudah kami pamitan berharap masih diberi usia panjang agar kami masih dapat menjalin indahnya kebersamaan, dijalan terlantunlah do’a didalam hati semoga Allah lapangkan kubur ibuku dengan cahaya cintaNya. Saya yakin seperti itu pulalah isi hati kakak-kakakku dan Abahku saat itu. Saya merasa saat itu amarhumah ibuku sedang bersama kami dalam kebahagiaan karena beliau di kenang sebagai seorang hamba, tetangga,istri, yang baik dan yang pasti ibu yang paling baik.
311006
Ibu,
Jika dunia adalah hamparan padang untuk mencari Cinta
Engkaulah terminal bagiku untuk berhenti sejenak menghela energi
Dalam pencarian yang tak berujung dan tak berbatas
No comments:
Post a Comment