Karena Kutak MenghadirkanNya (refleksi 5 thn Mas Gangga)
Saya terhenyak ketika membaca laporan Buku Penghubung Sekolah Mas Gangga. Ustadzahnya menulis kurang lebih begini "Ibu, dalam seminggu ini Mas Gangga emosinya sangat tidak stabil, kalau waktu berdo'a jadi tidak khusyu' maunya main di luar kelas lari-lari atau main pasir. Mohon kerjasamanya untuk menyemangati Mas Gangga." Hmmhh..mungkin tulisan itu "kurang kutanggapi" karena memang tipe anakku yang kinestetik. Sampai "teguran" kedua itu sampai juga, kali ini dari Ustadzahnya di TPA MAsjid At Taqwa tempat selama ini dia mengaji. Di Buku Penghubungnya juga ada tulisan yang kurang lebih begini " Ibu akhir-akhir ini Mas Gangga agak nakal tidak mengaji hanya bermain lari-lari dengan temannya, kami sudah menasehati tapi masih belum kelihatan hasilnya, mohon di rumah juga dinasehati" Memang bahasa Ustadzah di sekolah lebih santun tapi yang kulihat esensinya sama, ya tho! Duh…dua instansi mengatakan hal yang sama persis. Saya jadi mikir "Ada apa dibelakang hari kemaren sehingga sekarang muncul teguran itu?, Hmmhhh…?" Saya tahu ketika seminggu ini justru mereka intensif bersama saya karena semua pembantu pulang. Tak ada orang di rumah. Namun saya sadari sepenuhnya bahwa intensitas kami sebatas fisik tak menyentuh ruhani. Apa sebab? Karena saya dalam keadaan stress tinggi. Saya harus tetep ngantor sementara dua anak saya harus ikut ke kantor. Jadi pagi saya harus siapkan keperluan mas Gangga baik untuk sekolah maupun bekal baju beserta tetek bengeknya untuk di kantor saya. Sepulang sekolah nanti ia dijemput Suamiku untuk diantar ke kantorku. Sampai jam kantor usai. Sementara saya juga harus siapkan keperluan Si Kecil Adik Gautama yang harus saya titipkan di Taman Penitipan Anak (TPA) yang ada di kantor. Kalau Mas GAngga sudah gak mau disana karena memang usia dua tahun ke bawah yang ada disana, sementara kalau di kantor dia bisa ngulik komputer. Belum bersih-bersih rumah, belum nyuci baju anak-anak. Jadi bagi tugas ama suami dia yang ngemong anak-anak, sementara saya harus berjibaku di belakang. Mobilitas yang tinggi itulah yang memaksa saya untuk kurang beramah tamah dengan anak-anak saya. Tak ada cerita menjelang tidur, tak ada canda-canda yang mengasyikkan, karena jujur rasanya ada aja kerjaan yang belum beres-beres di belakang. Sehingga ketika kami bersua berempat yang tinggal adalah kelelahan bundanya yang tak mampu mengimbangi ceria anak-anak. Saya jadi agak spaneng (kayaknya sudah nggak pake 'agak' lagi). Sedikit-sedikit marah, mereka gak tidur marah, mereka berantem marah, ada yang nangis marah, adik ngompol marah, nggak mau makan marah, kok aku gak ada baiknya ya?....hiks…hiks… Duh aslinya capek… marah-marah terus…bikin tambah runyam…senyum jadi mahal, yang ada hanya wajah yang tertekuk-tekuk membentuk lipatan yang tak sedap dipandang. Dan sebenarnya di pojok hatiku yang paling dalam ada sebentuk sesal namun tak mampu ku follow up dengan tindakan yang lebih baik. Jadinya Nyesel tapi marah lagi..nyesel lagi…marah lagi…cape' deehhh… Lebih parahnya lagi logikaku yang lebih menonjol, semua kerjaan inginnya kuselesaikan semua dan segera. Nggak perlulah melibatkan do'a, ini mah kerjaan fisik yang memang harus kuselesaikan dalam wilayah fisik. Nggak perlulah membuat Dia capek dengan urusan beginian. Jadi saya benar-banar mupeng bin ngotot dengan aktivitasku. Alhasil walaupun kerjaan rumah selesai tepat waktunya, tidak dengan aktivitas anak-anakku. Mereka berangkat tidur dengan do'a yang terbaca hanya dimulut, tak sampai ke hati, sekedar ritual penggugur kesunnahan, tak ada bacaan shalawat di ubun-ubun mereka, pun bangun tidur dengan yel-yel "cepat nak!, bentar lagi Pak Bagong jemput kamu!. Atau Ketika dia makan dan berdo'a sambil nonton teve, bahkan yang dibaca seperti setelan kaset . Tanpa bobot rasa yang mengiringinya. Tanpa bunda yang biasa khusyu mengamininya. Tanpa ada jamaah sholat Maghrib karena semua sibuk dengan kerjaannya masing-masing. Televisi menjadi obat mujarab untuk 'menenangkan' mereka sembari saya selesaikan semua pekerjaan rumah dari mengepel, setrika, cuci baju, cuci piring siram tanaman, n so on. Dan ternyata begitu mahal harga yang harus saya bayar atas semua itu. Ya… terlalu mahal !!! Atas keremehenku, karena kutak menghadirkanNya. Karena saya merasa bisa tanpa Dia. Karena saya yang merasa bisa, tapi tak bisa merasa. Ketika dalam segalanya tak kulibatkan rasa. Ternyata hasilnya sangat beda. Kepicikan pemikiran, egois, sok,dan ternyata pada suatu titik saya merasa capek sendiri, merasa bodoh sendiri, merasa tak kuasa lagi… Ya Rabb… Pacar kembang 07.09.08 Sehari menjelang 5 tahun Mas Gangga , Mohon do'a barokahnya semoga hidupnya senantiasa dalam kemanfaatan, manfaat bagi agamanya, bangsanya, dan kami orangtuanya. Semoga semua itu menjadi kaca benggala bagi Bunda, agar tak lagi menapak jalan yang salah. Bi barakatillah…
No comments:
Post a Comment