Berniaga Dengan Allah
Beberapa waktu yang lalu saya pernah cerita tentang Orang Nyentrik (baca : sholeh). Selalu ada cerita-cerita baru yang ‘asik’ untuk didengarkan. Kadang ada tawa karena cerita jenakanya…tapi juga kadang kami terdiam lamaa…lidah serasa kelu untuk berkata-kata…Ada banyak hikmah dan cinta dari cerita-ceritanya…dan tentu nyentrik yang jadi trademarknya. Seperti malam itu dia cerita tentang berniaga dengan Allah… (Emang Allah pedagang?)
Ceritanya begini… suatu hari dia dapat undangan dari guru sekolah anaknya yang SMA untuk mengambil raport kenaikan kelasnya. Dalam undangan itu terselip ‘surat cinta’ dari bagian administrasi tentang pembayaran uang daftar ulang sebesar kurang lebih satu juta seratus ribu rupiah, dan harus terbayar pada saat pengambilan raport kenaikan kelas tersebut.
“Coba tanyakan ke sekolah bisa diangsur gak?” Tanyanya pada anaknya. Esoknya ketika pulang dari sekolah anaknya bilang bahwa pembayaran daftar ulang tersebut dapat diangsur semampunya selama satu tahun, keringanan ini didapat karena anaknya termasuk aktivis jilbaber yang berprestasi disekolah. Akhirnya dia memberi uang sebesar 200 ribu untuk dibayarkan. Hari H penerimaan raport tiba, ia dan anaknya datang kesekolah untuk mengambil raport, sang anak disuruh mebayar dan meminta kwitansi karena khawatir nanti masih ditanyakan pada saat dia mengambil raport, sementara ia tak punya bukti pembayaran. Sedangkan ia menuju kelas untuk menerima pembagian raport. Si anak yang menuju kantor administrasi segera menemui bagian kasir untuk mencicil pembayaran biaya daftar ulang, ternyata disana ia sudah ditunggu oleh bagian kasir, kurang lebih dialognya seperti ini,:
“Oh ya ini kwitansi pelunasanmu, kemaren kamu kok tergesa-gesa, sampai lupa gak terbawa kwitansimu.” Kata kasir. Si anak bengong sejenak, dengan setengah menggumam ia bertanya, “Kwitansi pelunasan?, Atas nama saya?” tanyanya. “Iya..!! kemaren kan ibumu yang cantik itu melunasi kesini sambil gendong adekmu, malah dianter bapakmu tapi ditunggu diluar, Sudah, ini terima kwitansi pelunasanmu, hati-hati jangan sampai hilang!”kata kasir. Dengan penuh tanda tanya dan tangan gemetar ia terima kwitansi pelunasan tersebut. Sejurus kemudian ia dengan setengah berlari menemui abahnya yang masih menungguinya. “Gimana? Sudah dibayar?” tanya abahnya, Dan dengan bibir masih gemetar karena penuh tanda tanya, ia berkata pada abahnya, “Abah, biaya daftar ulang sudah dilunasi, kata bagian kasir, ibu yang bayar.”katanya. Si Abah mengernyitkan dahi…diam sejenak…”kamu sudah tanya tidak ada kekeliruan? “Nggak Bah, tapi apa bener ibu yang bayarin?” tanyanya penasaran. Dia tahu saat ini orangtuanya sedang tidak punya kelebihan uang karena daftar ulangnya berbarengan dengan si adek nomor tiga masuk SD. Akhirnya setelah mengambil raport, mereka pulang dan menanyakan kejadian itu pada istrinya…”Lha aku dapat uang dari mana buat nglunasi biaya itu?” tanyanya tak kalah heran. Akhirnya si abah tersenyum berkata , “Kalau Allah sudah berkehendak, apa yang tidak mungkin di dunia ini. “
Dan ketika ia bercerita pada kami, versinya begini :
Malam sebelum hari H penerimaan raport, sesungguhnya hatinya sangat gelisah, karena ya memang hanya ada uang 200 ribu, itupun sebenarnya untuk uang belanja selama sebulan. Sebenarnya keyakinan akan pertolongan Allah itu tak pernah hilang dari hatinya. Hanya apakah ia akan diam saja menunggu pertolongan Allah jatuh dari langit? Tentu tidak! Akhirnya dengan perasaan yang berkecamuk ia relakan uang belanja untuk keperluan daftar ulang anaknya. Untuk makan, entah bagaimana nanti.
Ia dan istri tegakkan sholat malam mohon pertolongan Allah, mohon dimudahkan urusannya, dan mohon ridho Allah. Dan kejadian esoknya seperti yang saya ceritakan diatas.
Pesan yang ingin ia sampaikan diakhir ceritanya adalah , Allah ingin menguji seberapa tawakalnya kita akan ujian Allah. Benarkah kita mau menjalankan perniagaan denganNya? Benarkah kita mau menukarkan harta , benda, bahkan jiwa hanya untuk ridhoNya? Allah menyukai bukti cinta, bukan sekedar pernyataan di mulut. Itulah bisikan hatinya ketika ia harus merelakan uang untuk belanja istrinya bulan itu dibayarkan untuk keperluan sekolah anaknya, dan yakin bahwa hidupnya Allah yang menjamin, maka sungguh indah ganti yang Allah berikan, sebagai tanda kerelaan dan keyakinan bahwa janji Allah pasti benar.
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, QS Al Fathir 29
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?” QS As Shaff 10.
“yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” QS As Shaff 11
Tentang siapa yang Allah utus untuk membayar, tidak perlu diperpanjang lagi, katanya. Itulah janji Allah kepada yang yakin akan pertolonganNya. Subhanallah…
Agustus 2006
Semoga kita menjadi hamba yang mampu melakukan perniagaan denganNya sehingga jiwa ini hanya tergadai untukNya
No comments:
Post a Comment