Dukun Pijat Bayi - Sajadahku, Masjidku

26.9.06

Dukun Pijat Bayi

Mbah Satriyo, Dukun pijat Bayi.

Profesi ini mulai jarang terdengar, mungkin hanya ada di kota-kota kecil dan pelosok desa. Di kota besar, profesi ini mulai tergantikan dengan klinik-klinik fisioterapi. Lebih profesional, lebih canggih, tapi mungkin ada yang kurang…, ini masih mungkin lho. Kalau dukun pijat bayi memijat dengan kasih sayang, dengan sentuhan cinta, karena profesi ini bisa dikatakan turun temurun sehingga dia bisa akrab dan hidup dalam sebuah simphoni yang utuh dengan bayi-bayi yang dipijatnya. Dia bisa merasakaan getaran dalam tubuh bayi yang membuat tangannya bagai mata yang mampu menghasilkan pijatan cinta.
Kebiasaan saya adalah memijatkan anak-anak kalau pas pulang ke kampung rumah mertua. Ya, karena saya mulai merasa kesulitan mencari dukun pijat bayi di Surabaya, yang saya tahu ada Klinik fisioterapi yang juga melayani pijat bayi, selain sedot lendir kalau bayi kita terkena pilek dan batuk. Pernah saya mencoba, tapi seperti yang saya utarakan diatas, ada yang kurang…sentuhan cinta.
Saya ingat ketika sedang hamil anak kedua saya disuruh ibu mertua pijat ke sebut saja namanya Mbah Satriyo (mungkin istrinya Pak Satriyo) orang-orang di kampung memanggilnya begitu. Waktu itu saya diantar kakak ipar saya yang perempuan. Kebiasaan orang Jawa memang kalau lagi hamil dipijat, konon untuk menata letak bayi agar pada saat hari H launching bisa lancar karena “bayine wis manggon ing dalane” posisi bayinya sudah pas ditempatnya. Bagi saya selama itu demi kebaikan, bisa saya terima dengan satu niatan Lillahi ta’ala Semoga Allah Ridho. Mbah Satriyo ini bagi saya seorang pribadi yang menarik. Awal ketemu beliau, agak jengah juga karena beliau orangnya sangat pendiam. Apalagi saya termasuk makhluk asing karena tempat tinggal saya dengan mertua berlainan kota, jadi jarang ke tempat mbah Satriyo, sehingga beliau juga tidak mengenal saya Mbah Satriyo lebih suka bekerja dalam diam, padahal saya termasuk tipe suka ngobrol, apalagi kalo pas dipijat enaknya kan sambil ngobrol-ngorol jadi lebih santai.. Untungnya beliau mengenal kakak ipar saya. Jadi masih nyambung.
Waktu itu usia kandunganku tujuh bulan, pas waktu pijat iseng-iseng kakakku bertanya, “Mbah bayine jaler napa estri?”, (Mbah jenis kelamin bayinya apa?). Saya juga jadi penasaran pengen tahu apa jawab Mbah Satriyo ini, kalo dukun pijat bayi bisa tau jenis kelamin, kan lumayan gak perlu USG lagi. Jawabnya ,” Mangke mawon nek lair lak ngertos piyambak, kula nggih mboten ngertos Jeng, wong anak sing maringi Gusti Allah, sing penting bayi kalih ibune sehat, saged nglairne lancar”(Nanti saja kalau sudah lahir kan tahu sendiri Jeng, saya juga tidak tahu, anak itu pemberian Allah, yang penting janin dan ibunya sehat, dan dapat melahirkan dengan lancar) Subhanallah…jawaban yang sungguh membuat saya “cegek”. Cegek” itu dalam bahasa Indonesia apa ya? ”(sulit menerjemahkan dalam bhs. Ind.)
Saya tersenyum kecut mendengar jawabannya, jawaban tak terduga.
Dan Alhamdulillah anak saya bisa lahir dengan sehat dan lancar, dan saya juga yakin ini imbas dari do’a Mbah Satriyo.Matur nuwun Mbah. Allah sebaik-baik pembalas Cinta.
Pas ada kesempatan pulang lagi ke rumah mertua, saya sowan lagi kerumah Mbah Satriyo, kali ini saya memijatkan anak kedua saya. Jujur dalam hati kecilku ingin dapat pelajaran hikmah lagi.
Pas lagi mijat beliau ini bertanya”sudah umur berapa?”, “Setahun Mbah”, jawabku.
“Sudah jalan belum?”, tanya Mbah Satriyo lagi.
“Belum Mbah, bisa berdiri sendiri, tapi belum mau melangkah, nggak tahu Mbah kok belum berani melangkah” (Biasanya kaum ibu suka begitu, khawatir anaknya belum bisa begini, belum bisa begitu, anak tetangga sudah begitu, anak saya kok belum?syndrom ibu-ibu. Semoga para ibu tidak marah dengan statemen saya yang semoga salah.Padahal anak-anak kan punya keunikan sendiri-sendiri dan yang jelas lain dari yang lain, ya?)
“Ndak papa ya Gus, wong pancen durung di kongkon mlangkah kok, sembarang ana titi wancine.”(“Nggak papa anak bagus, memang belum disuruh melangkah kok, semua ada waktunya”) Sengaja saya tulis dalam bahasa Jawa karena esensi bahasa Jawa kadang lebih dalam jika diterjemahkan dalam bhs Ind.
Jawaban sederhana, tapi justru itulah letak kelebihannya. Saya merasakan jawaban itu bukan sekedar sederhana, namun penuh muatan ketauhidan dan hanya bisa diberikan oleh mereka yang telah akrab dengan diri dan Tuannya. Beliau tahu bahwa segala sesuatu di dunia ini ada yang mengatur, ada yang menitahkan, dan yang menitahkan lebih tahu pada titik kapan sesuatu itu akan berlaku. Subhanallah.. hari ini satu pelajaran cinta telah kudapatkan. Kami pamitan dengan iringan do,a di hatiku, Semoga Allah membarakahi hidupnya, dan memasukkannya dalam golongan orang-orang yang dirihoi karena cintanya.
'The person who loves others will also be loved in return.'
Leces, 11 Juni 2006

No comments: