ABAH
Sosok ini jarang sekali kuceritakan, padahal masa kecilku justru terwarnai oleh Abahku. Aku inget sampai kelas dua SD aku masih minta dimandiin dan tidur dengan Abah. Ketika berangkat tidur kami sering belajar lagu-lagu daerah baru, yang kuhapal hingga kini, Si Patokahan. Ingatan masa kecilku tentang Abah, adalah sosok yang sederhana, bahkan terkesan lugu. Orang yang jujur dan nggak neko-neko. Kalau beli sandal pasti dengan merek Bata, alasannya awet. Walaupun beli tiga kali dengan model yang sama. Bahkan dulu aku sempat berpikir Kenapa Abahku kok orang biasa-biasa saja ya?. Seorang Guru di Madrasah Tsanawiyah Negeri di Tulungagung. Seingatku beliau sosok guru yang disegani dan disukai oleh murid-muridnya. Walaupun juga tak sedikit yang tidak menyukainya, namun ketidaksukaan itu lebih karena mata pelajaran yang kebetulan dibawakan abahku cukup berat, Matematika. Padahal kalau aku bertanya pada Abah tentang pelajaran ini, pasti langsung nyantol dan nggak akan lupa. Aku sering ikut mengoreksi hasil ulangan atau ujian murid-muridnya. Abahku juga tipe pekerja keras, ulet serta rapi. Kerapian ini sayangnya nggak menurun ke anaknya, terutama aku. Tulisan abah rapi sekali. Dan Abah punya satu laci untuk menyimpan semua barang-barangnya, dari pulpen, pensil, cutter, penghapus, sampai silet pencukur kumis, serta senter semua ada di kotak Abah. Jadi kalau kita butuh apa-apa kalau cari di kotak Abah pasti ada, tapi harus dikembalikan lagi pada tempatnya, sebab kalau tidak Abah bisa marah besar.
Abah juga seorang ayah yang sangat mencintai anak-anaknya. Walaupun dalam berkomunikasi masa kecil kami kurang lancar, namun kami tahu Abah adalah ayah yang sangat baik. Sering waktu akan berangkat sekolah kalau kebetulan abah tidak tergesa-gesa dan sempat mengantarku (biasanya aku jalan kaki kesekolah karena memang dekat) aku diajak makan nasi rawon lauk empal di Warung Bu Carik. Bagiku makan nasi rawon lengkap dengan empal pada saat itu adalah sesuatu yang luar biasa, apalagi abah membelikan khusus untukku. Ada kebanggaan tersendiri, dan biasanya sesampai di rumah aku pasti akan menceritakan kepada kakak-kakakku. Atau kalau pulang sekolah pas hujan aku selalu diwanti-wanti nggak boleh pulang sendiri sebelum dijemput Abah. Dan pulangnya pasti mampir di warung Bakso Yasemun kesukaan kami, minumnya es konyil yang saat itu menjadi menu yang menghebohkan di kota kecil seperti Tulungagung. Atau kalau di kantor ada rapat pasti Abah membawa jajan bagiannya untuk dibawa pulang buat anak-anaknya. Bahkan kacang goreng di kantong plastik kecil pasti disisihkan juga buat kami. Ah Abah…
Namun aku juga sempat mempunyai cerita sedih dengan Abahku, aku ingat ketika itu aku sedang sakit, sementara sekolahku sedang mengadakan karnaval. Abah sudah melarangku ikut karena aku masih sakit dan sebagai gantinya aku diberi pulpen yang sangat bagus berwarna biru mengkilat. Namun demi melihat teman-temanku berdandan cantik-cantik dan ganteng-ganteng aku merengek pada ibu untuk ikut. Mungkin karena kasihan melihatku, ibu akhirnya mengijinkanku ikut karnaval, sedang Abah masih disekolah tempatnya mengajar. Ditengah karnavalku Abah datang, beliau hanya diam aja, namun aku tau beliau kecewa, bahkan pulpenku diambil kembali karena aku tak mengindahkan perintahnya. Cerita sedih dengan abah yang lain adalah setamat SD Abah menghendaki aku sekolah di tempatnya mengajar. Abah ingin mengkaderku menjadi murid berprestasi disana. Awalnya aku mengiyakan aja, namun begitu kelulusan nilai Danemku adalah terbaik ketiga di SDN Kampung Dalem I, sekolah dasar terfavorit di kotaku, serta bujukan dari kakak-kakakku, akhirnya aku mengubah haluan dan menolak untuk sekolah di MTsN, dan memilih SMP Negeri 1, sekolah yang sebenarnya menjadi idaman semua teman-temanku dan jujur termasuk aku. Abahku hanya bisa mendiamkan saja pilihanku, namun sanksi tetap dijatuhkan padaku, aku tidak dibiayai lagi mengikuti latihan bulutangkis di sebuah klub yang cukup elit di kotaku. Sedih juga, namun aku nekat, aku rela uang jajanku kukumpulkan untuk membiayai latihan bulutangkis yang sudah menjadi hobi baruku. Susahnya kalau raket atau peralatan olahragaku yang lain rusak, terpaksa minta-minta lagi ama Ibu.
Cerita sedih di kelulusan SD ku terulang lagi di kelulusan SMP ku, sejak awal aku berniat untuk sekolah di Diklat PT PAL, karena sebelumnya aku pernah berkunjung kesana dengan seorang pamanku yang saat itu masih berdinas di TNI AL. Pamanku bercerita jika sekolah disitu dapet beasiswa dan lulusannya diterima bekerja di PT PAL. Pikiranku saat itu , Wah enak banget sekolah disitu!” Apalagi aku merasa nggak bakalan bisa nerusin kuliah karena memang kondisi keuangan keluargaku yang pas-pasan. Aku telah membulatkan tekad untuk bisa sekolah di Diklat PT PAL. Bahkan disetiap bimbingan kesiswaan sekolah di buku bimbinganku selalu kutulis ingin melanjutkan sekolah di Diklat PT PAL Juga ke teman-temanku kuinformasikan tentang keberadaan sekolah ini, dan membuat saeorang sahabatku tertarik untuk mengikuti langkahku. Namun sungguh malang, menjelang kelulusanku aku mendapat informasi dari pamanku bahwa Diklat PT PAL telah di tutup dan diganti dengan STM Perkapalan di Sidoarjo. Informasi ini hampir membenamkan mimpiku untuk bersekolah di sana. Sebenarnya walaupun berganti status aku masih berkeinginan untuk sekolah di STM Perkapalan, namun Abah tidak mengijinkan karena aku tidak punya saudara di Sidoarjo. Dan jika dirasakan alasan Abah sebenarnya bisa diterima di akal juga, aku memang satu-satunya perempuan dari keempat saudaraku, dan Abah tidak menginginkan aku jauh dari orang tua tanpa pengawasan, minimal saudara dekat, sementara di Sidoarjo kami tak punya saudara. Kalaupun ada rumahnya sangat jauh dari lokasi sekolah yang kutuju ini. Dan akhirnya aku memang sempat mengalah dan mendaftarkan ke SMAN 2 Tulungagung, namun demi melihat sahabatku yang dulu mengikuti jejakku untuk sekolah di Diklat PT PAL meneruskan niatnya untuk mendaftar di STM Perkapalan, juga atas desakan orangtuanya yang membujukku untuk ikut mendaftar juga, akhirnya semangatku untuk sekolah di STM Perkapalan Sidoarjo berkobar lagi. Dan lagi-lagi Abah harus menelan kecewa karena ditentang putri semata wayangnya. Kalau inget sedih juga.Waktu kusampaikan niatku Abah cuma bilang “Ya kalau bisa cari persyaratannya sendiri silahkan, Abah nggak mau bantu!”
“Ancaman” Abah tak membuatku surut langkah. Dengan bekal nekat hari itu juga aku mencari syarat-syarat untuk masuk di STM Perkapalan Sidoarjo, antara lain Surat Keterangan Kelakuan Baik dari Kepolisian. Walaupun seumur-umur tak pernah masuk kantor polisi demi tuntutan hati aku nekat sendirian kesana, dan sempat nangis-nangis segala karena pejabat yang berwenang memberi tanda tangan hari itu sudah pulang, kebetulan hari itu adalah hari Jum’at. Nasib baik masih berpihak padaku, mungkin melihat wjahku yang melas akhirnya salah satu anggota menyelesaikan SKKBku dengan format yang telah ditandatangani, Alhamdulillah, Segala Puji memang hanya milik Allah semata. Akhirnya keesokan harinya aku mendaftar ditemani kakakku nomor dua. Singkat cerita aku dan temanku diterima di STM Negeri Perkapalan Sidoarjo. walaupun kami beda jurusan.
Juga pada saat memutuskan berjilbab ditengah pendidikanku di STM Negeri Perkapalan, aku tahu ada kekhawatiran dari ortuku bahwa itu akan mempengaruhi studi dan kesempatanku untuk bekerja di PT PAL, namun orangtuaku sudah tak bisa lagi untuk menghalangiku karena beliau-beliau tahu, untuk yang tidak prinsip aja aku sudah tak bisa dihentikan apalagi untuk hal yang prinsip seperti itu
Mungkin melihat perjalanan ‘pembangkanganku’ selama ini akhirnya ada sebuah kalimat Abah yang tak akan pernah kulupakan dan akan selalu menjadi azimah semangatku dalam mengarungi hidup ini,
“ Untuk anak perempuanku yang satu ini, Abah Percaya!”
Sehingga mulai saat itu Abah selalu menaruh kepercayaan penuh terhadapku. Dan itu adalah restu yang tak tenilai oleh apapun juga. Jadi inget syairnya ADA Band :
Ayah dengarlah…..
betapa sesungguhnya ku mencintaimu,
kan kubuktikan ku mampu penuhi maumu, Ah Abah…
Kalau dulu aku sempat terpikir, Kok Abahku orang biasa-biasa saja? Justru ketika sekarang ini, setelah aku berkeluarga aku baru bisa bilang Abahku Hebat dan Luar Biasa. Ternyata dibalik kesahajaan sikap dan tutur katanya tersimpan mutiara yang luar biasa. Jika kutarik garis mundur mengenang saat-saat masih ada ibu, Abah sosok yang sangat dihormati oleh almarhumah ibuku. IA memang layak mendapat cinta ibuku, ketika ibu sakit, Abahlah orang yang sangat setia mendampingi ibu hingga akhir hayatnya. Bahkan hingga sekarang jika kami anak-anaknya menawarinya untuk menikah lagi, dengan santun Abah selalu menolaknya, entah mungkin karena begitu besar cinta ibuku yang memenuhi jiwanya sehingga beliau tak mampu menggantikannya dengan yang lain. Aku melihat Abahku sekarang adalah sosok yang orang Jawa bilang “Mandhita Ratu” Kehidupan duniawinya hanya sekedarnya saja. Hidup bahagia ditengah Anak-anak dan cucu-cucunya. Jika selepas pensiun banyak orang terkena Post Power Syndrom tidak begitu dengan Abahku, Abah punya kegiatan membantu kakakku yang nomor tiga membuka Warung Sate An Ni’mah di Tulungagung, meneruskan usaha almarhumah Ibu. Sehingga hari-harinya selalu ceria, tak ada gangguan kesehatan yang berarti, karena aku melihat semua itu terpancar dari hati yang bening, hati yang telah sumeleh, hati yang layak untuk tempat kami berkaca tentang arti sebuah kesahajaan dalam kehidupan. Tak heran jika dokterpun di buat geleng-geleng kepala dengan hasil lab Abahku karena keluhan nyeri di persendian lutut beberapa waktu yang lalu. Hasilnya bagus bahkan luar biasa untuk ukuran orang seusia Abah yang telah 70 tahun. Untuk nyeri di lutut hanya tekanan darahnya agak tinggi.
Kata orang Abah awet muda. Dan itupun aku mengakuinya, Semenjak pensiun Abah justru terlihat segar, lebih muda dari usianya. Bahkan kacamata yang sejak usia mudanya setia menemani hari-harinya kini juga ditanggalkan karena Abah sudah tak memerlukannya lagi. Tak heran banyak orang menawarinya untuk menikah lagi, dan lagi-lagi Abah hanya tersenyum. Ah Abah…Baru kutahu hatimu bagai pualam.
Demi Allah jika kelak di hari perhitungan Allah memintaku untuk bersaksi tentangnya dengan lantang aku akan berkata bahwa dialah Ayah pujaanku yang telah menyampaikan kebenaran dan cintaMu Ya Allah. Aku bangga menjadi keturunannya, aku bangga bahwa dalam darahku mengalir darahnya.
Ya Allah Semoga Engkau barakahi usianya, Engkau Ridhoi hidupnya, Engkau bahagiakan selalu hatinya, karena rasanya kami tak sanggup dan tak mampu membahagiakan hati bening itu dengan kebahagiaan hakiki. Sungguh Rabb Engkaulah sebaik-baik dan sebenar-benar pembalas segala Cinta, karena Engkaulah Pemilik Cinta yang sesungguhnya.
Pacarkembang, 18 April 2007
Abah Imam Rohani, dalam doaku selalu ada tangis rindu untukmu
Semoga jarak tak menyurutkan dialog cinta di hati kita
Semoga Baytullah mengetuk pintu kehadiranmu disana, Amin